
Dalam pidato pentingnya di Forum APEC 2024 yang berlangsung di Pulau Jeju, Korea Selatan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengetengahkan konsep revolusioner “kesalehan digital” sebagai jawaban atas tantangan pendidikan di era disrupsi teknologi. Pertemuan bergengsi yang menghimpun 400 delegasi dari 21 negara anggota APEC ini menjadi panggung strategis untuk mempromosikan pendekatan holistik dalam menghadapi kesenjangan pendidikan sekaligus memanfaatkan kemajuan teknologi secara bertanggung jawab. Gagasan kesalehan digital yang diusung Mendikdasmen bukan sekadar retorika, melainkan kerangka filosofis yang mengintegrasikan nilai-nilai etika, moral, dan spiritual dalam pemanfaatan teknologi pendidikan. “Di tengah derasnya arus digitalisasi, kita harus membangun imunitas mental generasi muda melalui pendidikan karakter yang adaptif,” tegas Mu’ti dalam sesi pleno yang disambut antusias peserta forum. Konsep ini mendapatkan relevansi khusus mengingat maraknya kasus penyalahgunaan teknologi di kalangan pelajar, mulai dari cyberbullying hingga kecanduan gawai. Paparan Indonesia ini secara khusus menyoroti tiga pilar utama kesalehan digital: literasi kritis terhadap konten digital, etika berinteraksi di ruang virtual, dan tanggung jawab sosial dalam berekspresi online. Mu’ti menekankan bahwa ketiga aspek ini harus menjadi kurikulum dasar di semua jenjang pendidikan. “Teknologi tanpa kesadaran ibarat pedang bermata dua, bisa membawa kemajuan tapi juga kehancuran,” ujarnya sambil memaparkan berbagai inisiatif Indonesia seperti program Penggerak yang kini mengintegrasikan materi pendidikan karakter digital. Forum APEC kali ini memang mengusung tema besar “Pendidikan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan”, dengan fokus khusus pada kesenjangan akses dan kualitas pendidikan di era digital. Kehadiran Mendikdasmen dengan gagasan kesalehan digitalnya dinilai banyak pengamat sebagai kontribusi penting dari negara berkembang dalam memformulasikan kebijakan pendidikan global. Beberapa negara anggota APEC seperti Thailand dan Filipina telah menyatakan ketertarikannya untuk mengadopsi kerangka konseptual ini dalam sistem pendidikan mereka.